Garut - Mengembangkan potensi usaha di suatu wilayah bisa menjadi salah satu jalan untuk mendorong masyarakat dan wilayah tersebut semakin maju. Potensi ini bisa beragam jenisnya. Bahkan, hasil bumi khas yang ada di wilayah tersebut juga bisa dikreasikan menjadi produk unik yang nantinya dapat menjadi ikon di wilayah tersebut.
Hal ini juga yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Waluran Tonggoh, Desa Sukalaksana, Kec. Samarang, Kab. Garut. Sudah semenjak lama masyarakat di daerah tersebut dikenal dengan profesinya sebagai petani kopi dan akar wangi. Keduanya memang bahan yang berbeda, tapi ketika dikombinasikan bisa menjadi produk minuman dengan citarasa yang khas.
Adi Ahmad Nasir (32) ialah ialah sosok di balik layar klaster usaha Kopi Akar Wangi yang dikembangkan oleh masyarakat setempat. Sebagai ketua klaster, tekadnya ialah ingin selalu membawa klaster kelompok usahanya agar terus bisa menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Ia bercerita perihal bagaimana awalnya ide inovatif tersebut muncul yang menjadi kekuatan utama klaster usahanya tersebut. Pada awalnya mempunyai penghasilan dari Kopi Arabika dan akar wangi, sehingga muncul wacana untuk membuat gabungan antara kopi dan akar wangi
Mulai tahun 2017 sudah dimulai usaha pengolahan kopi akar wangi, tapi kalau idenya sudah ada semenjak 2015. Namun, saat itu masih belum sebesar sekarang. Semenjak mendapat bantuan dari BRI, usaha kita meningkat. Kita banyak mendapatkan bantuan mulai dari pemasaran, kemasan, label halal dan label lainnya. Alhamdulillah berkat dibantu oleh BRI, kalau dulu hanya dikonsumsi sendiri atau dijual ke kedai, sekarang pemasarannya lebih berkembang, kata Adi.
Klaster usaha Kopi Akar Wangi ini sendiri sudah berkembang menjadi 14 kelompok usaha. Seiring dengan berjalannya waktu, klaster usaha tersebut juga memberikan dampak positif untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
Alhamdulillah banyak dampak untuk kesejahteraan kelompok. Kalau dulu hanya sedikit, sekarang sudah nambah klaster anggota kelompok. Selain itu juga ada peningkatan ekonomi, kalau dulu kita hanya mengelola 10-50 kg saja, sekarang Alhamdulillah sudah bisa 1-2 kuintal, katanya.
Untuk proses pembuatan Kopi Akar Wangi, menurut Adi hampir sama dengan kopi biasa hanya melibatkan 2 (dua) tahapan yaitu, pertama merupakan proses pembuatan kopi itu sendiri dimana setelah panen, biji kopi dicuci, dijemur dan dimasukkan ke mesin pulper untuk dipisahkan dari bijinya. Proses kedua ialah di-roasting dan di-grinder hingga menjadi serbuk. Setelah menjadi serbuk kemudian dicampurkan dengan akar wangi.
Sementara itu, pengolahan akar wangi juga dilakukan dengan cara yang hampir sama. Akar wangi yang panen sekitar 10-12 bulan sekali itu diambil akarnya, lalu dicuci sampai bersih dan dijemur. Setelah itu, proses grinder pun dilakukan untuk menjadikannya serbuk sehingga bisa dicampurkan dengan bubuk kopi.
Seluruh proses pembuatan kopi akar wangi ini dilakukan di sebuah greenhouse yang lokasinya berada di dekat desa wisata.
Lokasi ini memang sengaja kita pilih biar ada pemasukan. Jadi kalau berkunjung ke desa wisata itu bisa juga melihat proses pembuatan kopi akar wangi mulai dari penjemuran, hulu sampai hilir bisa. Buat minuman di desa wisata itu sendiri juga kita diwajibkan memakai kopi akar wangi, kata Adi.
Produk yang dihasilkan oleh Klaster Usaha Kopi Akar Wangi ini dipasarkan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDES). Kalau ada kegiatan di BUMDES, produk kita juga bisa jadi oleh-oleh atau souvenir, imbuhnya.
Dukungan dan Pendampingan BRI Dorong Klaster Semakin Berkembang Adi menceritakan besarnya peranan BRI dalam mendorong Klaster Usaha Kopi Akar Wangi semakin berkembang hingga saat ini.
Semua berawal saat Desa Sukalaksana mengikuti program Desa BRILian, bisa masuk nominasi hingga menjadi juara yang membuatnya kemudian menjadi desa binaan BRI. Dari situ, peluang pemberdayaan masyarakat pun semakin terbuka lebar.
Kalau bentuk dukungan dari BRI berupa sarana dan prasarana dalam menjalankan Klaster Usaha Kopi Akar Wangi ini. Kita mendapatkan bantuan greenhouse hingga alat-alat dari hulu sampai hilir. Dari mulai hulu itu misalnya alat-alat dari proses panen, alat pengolahan, hingga pengemasan di hilirnya, semuanya merupakan bantuan dari BRI, ujar Adi.
Selain sarana dan prasarana, mereka juga mendapatkan pelatihan serta pendampingan terkait dengan pengelolaan hingga pemasaran agar bisa menjadi klaster usaha yang mandiri.
Kami juga sudah mempunyai outlet coffee shop modern di Rest Area Parabon. Kalau dulu kita cuma bisa menjual, sekarang kita sudah punya hilirnya, sudah punya alat-alatnya, jadi kita buat coffee shop juga, katanya.
Selain itu, bila ada kegiatan yang digelar oleh BRI, Klaster Kopi Akar Wangi juga selalu diundang dan ditampilkan sebagai produk binaan BRI. Hal ini juga menjadi upaya memperkenalkan klaster usaha tersebut ke masyarakat yang lebih luas.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Usaha Mikro BRI Supari mengungkapkan bahwa program Klaster Usaha Klasterku Hidupku menjadi wadah bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnisnya. Lewat banyak sekali kegiatan pendampingan tersebut, pelaku UMKM bisa mendapatkan kesempatan mengembangkan produknya.
Kami berkomitmen untuk terus mendampingi dan membantu pelaku UMKM, tidak hanya berupa modal usaha saja tapi juga melalui pelatihan-pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya sehingga UMKM dapat terus tumbuh dan semakin tangguh, pungkasnya.
Follow Gosip Okezone di Google News
Dapatkan isu up to date dengan semua gosip terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
(Wid)
Comments